TGIF
Semua itu terjadi karena satu perkara— cinta yang kujatuhkan pada orang yang salah.
Jumat itu harusnya berjalan seperti tanggal merah pada umumnya, yang mestinya aku habiskan dengan tidur atau membuat cerita-cerita cengeng dengan twist orang mati di akhirannya.
Namun, hari itu aku terbangun dari tidur dengan niatan aneh, menyambangi kekasihku yang ada di kota lain dengan bunga dan dua buah cokelat sebagai pelengkap.
Singkatnya, aku sudah duduk di bangku kereta, yang kemudian langsung menyegerakan diri untuk menghubunginya takut-takut ia sedang tak di rumah.
Aku ingat, waktu aku sampai mencoba empat kali sebelum akhirnya ia angkat dengan suara lemas. Ketika kutanya sedang apa, baru bangun tidur katanya.
Lalu aku mengabari, ingin pergi main dengan teman— yang padahal aku ingin membuat kejutan.
Ia langsung percaya, dan aku makin semangat dibuatnya.
Setelah panggilan telepon itu, ia mengirimiku beberapa pesan singkat yang tak kubalas, niatku ingin sok-sok misterius lalu tiba-tiba sudah ada di rumahnya sambil berteriak "Taraaa~".
Keluar dari stasiun, aku memesan ojek pangkalan. Yah, maklum, masa itu belum banyak ojek online berlalu-lalang.
Sekian menit aku berbagi obrolan dengan Bapak anak dua yang mengojek dua belas jam setiap harinya. Tanpa sadar, aku sudah sampai di depan rumahnya.
Namun ada yang aneh, ada motor besar yang terparkir garang di pelataran rumah. Ah, mungkin saudaranya. Pikirku sederhana.
Kemudian aku masuk dengan mengendap-endap. Seperti maling memang, tapi tak apalah, toh aku sudah mengenal keluarganya.
Kemudian aku mendorong pintu yang setengah terbuka.
Dan yap, "Taraaaa~".
Ada kejutan disana. Namun, bukan untuknya. Melainkan untukku.
Di sofa ruang tamu, di hadapan televisi yang suaranya lantang terdengar, aku melihat wanitaku sedang duduk berdua dengan seorang lelaki yang tangannya sedang menelusup masuk ke dalam baju kekasihku itu, dengan bibir yang masih saling berpagutan.
Aku hanya diam. Bergeming. Tak berucap.
Bodohnya, tak ada emosi yang menggebu waktu itu. Yang kulakukan hanya melempar bunga dan cokelat yang sudah remuk lantaran terlalu kuat kugenggam.
Tak ada satupun dari mereka bersuara. Keduanya hanya sibuk merapihkan baju dan rambut yang berantakan kemana-mana.
Kemudian aku pulang. Berjalan. Waktu itu tak ada hal lain yang kupikirkan. Kepalaku kosong, tak ada harapan.
Sepanjang perjalanan pulang di sisa hari kacau itu, aku hanya meratapi penyesalan.
Kenapa aku harus datang hari itu— Jumat itu.
Padahal kalau tidak pergi, aku pasti masih bahagia. Berdua, dengannya. Tak peduli itu palsu sekalipun.
Malamnya aku sampai di rumah. Dengan mata sembab terkantuk-kantuk, paru-paru perih lantaran terlalu banyak kemasukan asap, juga hati, yang mulai membenci satu hari.
—lunatictwister
: dan semenjak itu, caraku memandang Jumat tak sama lagi.
#AksaraSelepasSenja
udah denger ini cerita....
ReplyDeletebodoh nya wanita itu...
ReplyDeletesepertinya cerita yg d podcast itu tuh
ReplyDelete